Pengertian Asuransi Syariah
Selasa, 23 Agustus 2011
, Posted by Hasan Ismail at 08.46
Pengertian Asuransi Syariah
Menurut bahasa, asuransi adalah “pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat”. ( Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. ke-1, h. 96)
Dalam istilah Arab, asuransi dikenal dengan sebutan at-takâful dan at-tadhâmun. Secara literal, at-takâful artinya “pertanggungan yang beralasan,” atau hal “saling menanggung,” sedangkan at-tadhâmun secara harfiah berarti “solidaritas,” atau “hal saling menanggung hak/kewajiban yang beralasan secara besama-sama (kolektif).”(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40. Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 829)
Dalam bahasa Arab, asuransi ialah “Ta’min, penanggung disebut Mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut Mu’amman Lahu atau Musta’min.” (Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), Cet. ke-1, h. 13. Lihat juga Ibrahim Musthafa, et.al., Al-mu’jam Al-washîth, (Kairo: al-Syurûq ad-Dauliyah, 2005), h. 28.)
Selain dinamakan dengan at-takâful, at-tadhâmun, dan at-ta’min asuransi juga sesungguhnya bisa disebut dengan al-isti’hâd, artinya permohonan perjanjian. Karena, para nasabah asuransi syariah pada dasarnya dan dalam praktiknya adalah mengajukan permohonan untuk saling menjamin diantar sesama anggota dengan melalui perantaraan perusahaan asuransi. Hanya saja, kata ini (al-isti'had) hampir-hampir tidak pernah dikenal (digunakan) di kalangan masyarakat asuransi syariah sekalipun.(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40.)
Menurut istilah asuransi adalah “jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk risiko kerugian sebagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.” (Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, h. 13. Lihat juga Hasan Shadeli, Ensiklopedi Indonesia, Vol. 1. , (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), h. 310.)
menurut Prof. Muhammad Amin Suma, “di Indonesia sendiri istilah yang lebih merakyat justru sebutan “asuransi syariah” dari pada kata takâful, ta’min dan apalagi dibandingkan dengan kata tadhâmun dan isti’hâd.”(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40.)
Asuransi syariah adalah “usaha kerjasama saling melindungi dan tolong-menolong, di antara sejumlah orang dalam menghadapi sejumlah risiko melalui perjanjian yang sesuai dengan syariah. (Al- Mâidah [5]: 2 dan An-Nisâ’ [4]: 9).(Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, h. 14 dan 15.)
Menurut bahasa, asuransi adalah “pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat”. ( Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. ke-1, h. 96)
Dalam istilah Arab, asuransi dikenal dengan sebutan at-takâful dan at-tadhâmun. Secara literal, at-takâful artinya “pertanggungan yang beralasan,” atau hal “saling menanggung,” sedangkan at-tadhâmun secara harfiah berarti “solidaritas,” atau “hal saling menanggung hak/kewajiban yang beralasan secara besama-sama (kolektif).”(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40. Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 829)
Dalam bahasa Arab, asuransi ialah “Ta’min, penanggung disebut Mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut Mu’amman Lahu atau Musta’min.” (Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), Cet. ke-1, h. 13. Lihat juga Ibrahim Musthafa, et.al., Al-mu’jam Al-washîth, (Kairo: al-Syurûq ad-Dauliyah, 2005), h. 28.)
Selain dinamakan dengan at-takâful, at-tadhâmun, dan at-ta’min asuransi juga sesungguhnya bisa disebut dengan al-isti’hâd, artinya permohonan perjanjian. Karena, para nasabah asuransi syariah pada dasarnya dan dalam praktiknya adalah mengajukan permohonan untuk saling menjamin diantar sesama anggota dengan melalui perantaraan perusahaan asuransi. Hanya saja, kata ini (al-isti'had) hampir-hampir tidak pernah dikenal (digunakan) di kalangan masyarakat asuransi syariah sekalipun.(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40.)
Menurut istilah asuransi adalah “jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk risiko kerugian sebagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.” (Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, h. 13. Lihat juga Hasan Shadeli, Ensiklopedi Indonesia, Vol. 1. , (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), h. 310.)
menurut Prof. Muhammad Amin Suma, “di Indonesia sendiri istilah yang lebih merakyat justru sebutan “asuransi syariah” dari pada kata takâful, ta’min dan apalagi dibandingkan dengan kata tadhâmun dan isti’hâd.”(Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah & Asuransi Konvensional : Teori, Sistem, Aplikasi dan Pemasaran, h. 40.)
Asuransi syariah adalah “usaha kerjasama saling melindungi dan tolong-menolong, di antara sejumlah orang dalam menghadapi sejumlah risiko melalui perjanjian yang sesuai dengan syariah. (Al- Mâidah [5]: 2 dan An-Nisâ’ [4]: 9).(Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, h. 14 dan 15.)
Currently have 0 comments: